Diduga Ada Dana Kampanye Fiktif

Mega Rp 11 Miliar, SBY Rp 2,5 Miliar
JAKARTA- Penyumbang dana kampanye dua pasangan capres dan cawapres, yakni Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-Kalla) dan Megawati-Hasyim Muzadi yang ditetapkan KPU Pusat lolos ke Putaran II, diindikasikan ada yang fiktif. Demikian dikemukakan perwakilan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) dalam keterangan pers bersama di Media Center KPU, kemarin. Sebelum memberikan keterangan pers di Media Center KPU, baik ICW maupun TII melaporkan kasus ini kepada Panwas Pusat. Menurut Lucky Djani dari ICW, dalam daftar data penyumbang dana masing-masing pasangan calon, ditemukan 13 nama dan alamat donatur yang diduga ''fiktif.'' Beberapa indikasinya antara lain pemberi dana mencantumkan nama dan alamat yang tidak jelas setelah ditelusuri oleh kedua lembaga tersebut.
''Malah, ada satu orang menggunakan beberapa nama dengan alamat sama. Selain itu, ada nama perusahaan yang benar-benar fiktif. Bahkan ada nama penyumbang tapi setelah dicek langsung ke lokasi rumah sesuai yang tertera, ternyata nama tersebut tidak pernah ada,'' kata Lucky. Dana dari penyumbang fiktif, menurut Lucky Djani, untuk pasangan Megawati-Hasyim Rp 11 miliar. Sedangkan dana dari penyumbang fiktif untuk pasangan SBY-Kalla Rp 2,5 millar. Di pihak lain Ahsan Jamet Hamidi dari TII mengatakan, setelah melakukan klarifikasi, TII menemukan penyumbang dana bernama Lestari (20) menyumbang Rp 100 juta. Berdasarkan foto gadis tersebut dan kondisi lingkungannya, patut dilakukan klarifikasi kebenaran gadis tersebut menyumbang pasangan calon.
Oleh karena itu, dia meminta kepada KPU untuk bersikap tegas agar menunda penetapan pencalonan dua pasangan presiden dan wakil presiden sebelum mereka melakukan klarifikasi dana fiktif. Baik Lucky Djani maupun Ahsan Jamet Hamidi mengingatkan bahwa audit yang sesuai dengan ketentuan dana kampanye, seperti diatur dalam Pasal 45 UU Nomor 23 Tahun 2003 perlu dilakukan demi mewujudkan akuntabilitas pengelolaan dana kampanye pemilu. Dengan kata lain, kredibilitas laporan audit dana kampanye tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat. ''Walaupun demikian, kami memahami pelaksanaan audit, terutama akuntan publik yang ditugasi KPU yang dihadapkan pada beberapa keterbatasan,'' kata Lucky. Keterbatasan tersebut, lanjutnya, mencakup pembuktian mengenai keaslian, keabsahan, dan kelengkapan, serta kemungkinan adanya masalah hukum yang terdapat dalam dokumen yang diperiksa.
''Analisis ini kami buat dalam rangka membantu KPU menginterpretasikan hasil audit dana kampanye. Sebab, audit untuk mengetahui besarnya sumbangan yang diterima oleh masing-masing pasangan calon yang dapat dikategorikan tidak jelas identitas penyumbangnya, kemudian ditindaklanjuti KPU dengan melakukan investigasi lebih lanjut.''
Salon Kecantikan
Terungkap pula, dalam daftar penyumbang pasangan capres-cawapres SBY-Kalla, salah satu penyumbangnya adalah PT Megah Pratama Murni dengan alamat Jalan Sulawesi 2, Palu dengan sumbangan sebesar Rp 50 juta. Dari hasil investigasi, ternyata alamat tersebut adalah salon kecantikan kecil yang bernama Salon Kecantikan Grace. Dua nama penyumbang dana SBY-Kalla yang diduga fiktif lain yang disampaikan TII dalam jumpa pers adalah PT Bunga Cengkeh Abadi dan M Anshar. PT Bunga Cengkeh Abadi yang beralamatkan di Jalan Sulawesi Nomor 20 Palu menyumbang Rp 200 juta. Dari hasil investigasi TII, ternyata di alamat tersebut tidak pernah ada perusahaan yang bernama PT Bunga Cengkeh Abadi. Sementara M Anshar diduga sebagai penyumbang fiktif karena di alamat yang digunakan M Anshar, yaitu Jalan Wahidin Nomor 28 Palu ternyata toko bangunan. Pemilik toko tidak mengenal M Ashar.
Untuk penyumbang dana kampanye pasangan Mega-Hasyim yang diduga fiktif, TII telah melakukan investigasi terhadap 10 nama. Lima nama adalah penyumbang pribadi (individu) dan lima nama lainnya atas nama perusahaan. Penyumbang individu yang diduga fiktif adalah pertama, Drs H Mulyadi (Rp 100 juta) yang bekerja di PT Mulia Keramik (Cikarang). Direktur PT tersebut adalah Joko Chandra, pemilik Menara Mulia. Kedua, Arsyad Kamar (Rp 100 juta) menggunakan alamat mertuanya di Cipinang Baru Utara No. 25 Jakarta Timur. Arsyad ternyata anggota Golkar. Ketiga, Lei Budi Santoso Librata (Rp 100 juta). Dari hasil investigasi, Lei Budi bekerja di perusahaan keramik yaitu Mulia di Cikarang. Keempat, Imam S yang menyumbang Rp 75 juta. Kelima, Siwi Lestari remaja berusia 20 tahun yang menyumbang Rp 100 juta.
Sedangkan untuk perusahaan yang diduga fiktif adalah pertama, CV Maladang Putra, penyumbang Rp 750 juta. Kedua, PT Arbarie, penyumbang Rp 750 juta. Ketiga, PT Friza Ausindo Reverland menyumbang Rp 750 juta. Keempat, adalah empat perusahaan dengan satu alamat yaitu PT Kamparindo Industries menyumbang Rp 500 juta, PT Dexter Kencana Timber menyumbang Rp 200 juta, PT Yos Raya Timber menyumbang Rp 100 juta, PT Rokian Timber Corporation menyumbang Rp 200 juta. Keempat, perusahaan tersebut beralamatkan di Jalan Setiabudi Nomor 206 Pekanbaru. Perusahaan penyumbang kelima yang diduga fiktif adalah PT Industries Et Forest Asiatiques, sebuah perusahaan HPH yang beralamatkan di Jalan Urip Sumohardjo No 31 Jambi. (bn-87r) sumber: suara merdeka